Katakan, kekasih, katakan apa yang harus kulakukan
jika aku tengah mengingat luka? Katakan.
Maafkan aku kekasih, mungkin aku tidak bisa mengubur masa lalu,
tapi percayalah, aku tengah berusaha untuk memendamnya dalam-dalam.
Sebab aku yakin, mereka, masa lalu itu, hanyalah bayang-bayang,
hanyalah mimpi buruk,
yang pernah hadir dalam tidur kita.
Arsip Blog
Pengikut
Entri Populer
-
KEBUN MAWAR DAN KEINDAHANNYA Samarang, Garut. Jawa Barat Oleh : Royhanatul Fauziah Hai.. Apa kabar..?? udah lama nih ga nge’blo...
-
sepi bagaikan api dan kau adalah bara yang menambah gersang kesepianku yang malang Agustus 2013
-
angin yang berhembus menambah semarak lambai mawar-mawar di taman dan biarlah duri itu tetap pada tangkainya, sayang karena aku kelopak m...
-
PERPISAHAN Oleh : Royhanatul Fauziah Setiap kali aku melewati dermaga itu, aku selalu teringat pada wajahmu yang selalu berpeluh,...
-
KARMA Oleh : Royhanatul Fauziah Jujur saja, malam ini aku seperti ditikam kenangan. Entah kenapa tiba-tiba saja aku teringat waja...
-
PERCAKAPAN MALAM Kita saling menunggu, diantara dinginnya malam Di jarak yang hanya dipisahkan deretan rumah dan gedung-gedung kota ...
-
JEJAK LUKA Oleh : Royhanatul Fauziah Di suatu sore yang kemuning, cahaya matahari senja merambat masuk lewat kaca jendela yang se...
Writer
Label
Jumlah Penayangan Blog CATATAN ANGIN
Jumat, 18 Juli 2014
Minggu, 06 Juli 2014
KESEDIHAN RANTING
KESEDIHAN RANTING
Oleh : Royhanatul Fauziah
Daun itu telah lama gugur meninggalkan ranting yang sepi. Ranting itu tak pernah bisa bersembunyi dari waktu yang telah menyayat hidupnya kini.
Ada yang tersisa, ialah kehampaan pada sebatang rindu.
Tetapi kemana ranting itu harus berjalan? Menggenapkan kerinduan yang selama ini ia biarkan kering dalam hati.
Bukankah ia hanya seoonggok kayu yang hanya bergantung pada batang pohon yang mati? Yang membuat ia tak mampu berjalan ke depan, atau ke belakang. Ia hanya bisa berdiam di satu tempat, tanpa tahu bagaimana cara untuk pergi.
Sempat ia berpasrah pada pada hujan untuk mematahkan tubuhnya dari kurungan waktu. Tetapi untuk apa? Bukankah sebenarnya ia telah patah meski tak telihat?
Ah, seandainya ia bisa mengembalikan waktu.
Dan kini ia hanya bisa bertanya pada akar, pada angin yang datang dan pergi sesuka hati, pada kupu-kupu yang hinggap silih berganti.
Bukankah semua telah digariskan? Awan-awan menerka jawab melalui seberkas gerimis.
Kemudian dingin menjadi hening, seakan ia membenarkan jawab. Ia tahu maksud gerimis, bahwa setiap kerinduan tak harus menjadi candu, bahwa cinta tak mesti jadi belenggu diri.
Tetapi ranting itu tak memerlukan jawaban untuk seribu tanya dalam hati.
Ia hanya ingin menikmati kesedihannya sendiri, tentang daun yang gugur dan tak bisa kembali itu.
Categories
cerpen
,
cerpen royhanatul fauziah
,
kesedihan ranting
Langganan:
Postingan
(
Atom
)