Senin, 27 September 2021

Inisial F

Diposting oleh Catatan Angin di 21.45 0 komentar
Terima kasih karena sudah bersamaku sampai sejauh ini.

Bermula pada suatu pagi saat kamu menyapaku melalui pesan singkat dan tak kubalas sebab kulihat tahun lahirmu yang berada jauh di bawahku. 

Kemudian, sesaat setelah kamu melihatku bermain piano River Flows in You, kamu bertanya, apakah aku bisa memainkan musik Canon Rock dan For Una Cabeta? 

Hei, kamu begitu pandai membuka percakapan, hingga membuat jari-jariku yang malas mulai membalas pesan singkatmu dengan cepat.

Berhari kemudian pada suatu sore, aku sedang bermain piano dan kamu memanggilku melalui panggilan video "Apa ini?" Tanyaku dalam hati.  Entah kapan terakhir kali melakukan panggilan video. Malas aku mengangkatnya. Lalu aku mengirimmu pesan singkat dan kukatakan, "Aku sedang bermain piano". Dan kamu malah semakin ingin menelponku, katanya, "Ini saat yang tepat!". 

Akhirnya aku menjawab panggilan videonya. Itu kali pertama kita saling melihat wajah masing-masing setelah sebelumnya hanya bisa menilai melalui foto. Katamu, wajahku tak seperti usianya. Bahkan terlihat lebih muda atau seumuran denganmu. Aku sendiri tidak ingat bagaimana kamu saat itu, yang kuingat, kulitmu lebih putih dari yang kulihat di foto, dan aku menyukai bola matamu yang besar.

Obrolan kita sederhana, hanya tentang kelahiran, rumah, pekerjaan, dan.... Organisasi. Obrolan macam apa itu? Barangkali itu cukup penting untuk dibicarakan sebab kita berasal dari dua organisasi yang sedikit bersaing di masanya.

Tak lama, anakku datang. Aku memang tak ingin menyembunyikan apa-apa pada siapapun yang datang meski hanya untuk berkenalan. Kukatakan, "Aku sudah punya anak, dan aku hanya seorang....... perempuan yang pernah gagal dalam pernikahan". 

Anehnya, dia tak merasa keberatan.

Obrolan kita berpindah ke telepon Whatsapp dan seluler. Seringkali aku mengabaikan telepon dan pesan-pesannya, karena aku merasa keberatan dengan usia.

Namun dia tak pernah berhenti. Dia tak pernah menyerah untuk menghubungiku. Seiring aku mengenalnya, kenapa malah aku yang terlihat kekanakan, kadang bertingkah dan berpikir seperti seorang yang tidak dewasa. Dan dia malah menunjukkan sisi kedewasaannya yang semakin lama semakin membuatku suka. 

Bahkan ia mengubah penampilannya menjadi lebih dewasa, dengan kemeja rapi dan celana kain. Katanya, ia ingin menjadi seseorang yang aku suka, karena ia tahu,aku suka laki-laki berpenampilan rapi. 
Ia pun tak lagi memakai jaket hoodie, ia lebih sering memakai boomber, karena aku pernah berkata bahwa aku tak menyukai laki-laki berjaket hoodie.

Saat itu aku pernah menghilang karena aku merasa aneh pada perasaanku sendiri. Aku seperti mulai merasakan cemburu, tapi aku tidak ingin mengakuinya. Aku ingin menghindarinya. Aku benci perasaan itu, maka aku menjauhi semua hal yang menyebabkanku merasakan perasaan aneh itu.

Dengan sikapku yang tak menentu, dia masih saja bertahan. Bahkan saat aku menghilang tak bisa dihubungi. Belum sehari saja, dia sudah mencariku.

Aku tak menyangka dia sampai di rumahku dengan alasan menemui teman yang juga tetanggaku. Dia menungguku hingga malam. Aku bertahan untuk tidak menemuinya. Meski pada akhirnya aku menyerah.

Aku tidak mengerti. Apakah aku sedang dicintai?

Aku sedikit tidak percaya, karena aku takut terlalu cepat menyimpulkan. Namun untuk apa semua itu dia lakukan? Barangkali laki-laki memang seperti itu. Atau tidak semua? Entahlah, laki-laki memang tidak bisa ditebak.

Senin, 13 September 2021

Kau Kah Itu?

Diposting oleh Catatan Angin di 02.45 0 komentar

Kadang aku menerjemahkan Ĺ•indu itu seperti cinta kita, betapa ia mudah luruh menjadi alir di kelopak mata kita.

Barangkali aku tak bisa melupakan kenangan, meskipun aku sangat ingin melupakannya

Kau kah itu? Yang menjelma menjadi detak sunyi pada jam dinding senja ini, mengekalkan rindu yang tak kunjung padam, padamu. Kota menjelma puisi, aku tersesat di dalamnya, sepi, seakan tiada

Hari ini, kita biarkan segala hal yang keliru itu, untuk berlalu.

 
Meskipun kita tahu, selalu ada hal yang mengganjal,
yang membuat kita tak pernah benar-benar lupa dengan perasaan luka.

MENIKMATI PANGANDARAN

Diposting oleh Catatan Angin di 02.43 0 komentar

Desember 2019

Hari ini aku ke pantai. Tapi sepertinya aku tidak menikmati perjalanan ini.
Sepanjang perjalanan pulang dan pergi tak ada tawa di bibirku.
Mungkin aku tidak bahagia.
Mungkin aku sudah hilang rasa, hampa yg tersisa.

Jangan buat bahagia, karena kau tak akan pernah bisa.

Aku pikir, sepulang dari sana aku akan melahirkan banyak puisi yang manis. Ternyata tidak.
Kata-kata selalu membentur karang,
tak ada ombak yg sampai ke tepian kecuali buihnya yg memudar.
Ya, memudar. Seperti cinta kita, barangkali.

Atau seperti cinta seorang penyair yang hanyut dalam puisinya, namun luput dalam kenyataan.
haha, tak ada yang salah dr perasaan cinta yang menyakitkan.
Barangkali aku terlalu malu untuk mengakui aku masih mencintaimu, sedangkan kamu tidak.

Jangan buat aku bahagia, krn km tak akan pernah bisa.

Bagaimana

Diposting oleh Catatan Angin di 02.41 0 komentar

Bagaimana rasanya dicintai seutuhnya?

Sabtu, 11 September 2021

TINGGALKAN SAJA

Diposting oleh Catatan Angin di 21.24 0 komentar

Kemarin. aku sempat berfikir meninggalkanmu.

Meninggalkanmu, artinya aku sakit sekali waktu dan saat itu juga. Tapi bagaimana setelahnya? Aku tidak yakin. Aku takut sakit itu terus berlanjut.

Sebab bersamamu, aku merasa sakit dan sakit, cemburu terus menerus sebab harus melihatmu dengan dia, tapi kufikir, tak apa aku terluka. Ada kamu saja sudah cukup. Itu lebih baik karena setidaknya masih ada kamu di sampingku, yang menenangkanku

TENTANG MALAM-MALAM ITU

Diposting oleh Catatan Angin di 21.23 0 komentar
Apa yang berubah? 
Hidup ini semakin ganjil
Sebab kesepian-kesepian yang terasa semakin Kau genap kan
Juga malam-malam ku yang larut di tubuh waktu
Membuatku semakin tak ada
Barangkali aku adalah kesepian itu
Terkadang aku tidak merasakan apa-apa
Bahkan tidak menangis
Tapi aku bersedih
Bersedih sampai aku tidak tahu bagaimana caranya menangis

2018

PADA SUATU HARI AKU ...

Diposting oleh Catatan Angin di 21.20 0 komentar
Aku selalu merenungkan pertemuanku mereka. Mereka yang bahkan kepada angin pun tak bicara. Atau memang mereka tak pernah melihat angin sebagai bagaian dari hidupnya.

Aku tersadar pada suatu hari ketika mereka dan  semua orang bersorak gembira sedang aku merenungi apa yang baru saja terjadi. Benarkah ini yang aku inginkan?

Tak ada yang mengerti, kecuali sembab mataku di pagi yang kelabu. Seperti biasanya, aku sendirian.

Hingga sampai pada suatu malam, aku merasa..
ingin mati saja.

Setiap hari aku bermimpi buruk, kemudian memandangi langit pagi dan senja dengan perasaan muram dan gelisah. Sedang kau dan mereka bercengkrama tentang hal-hal yang tak ada sampai lupa, kalianlah penyebab air mataku jatuh setiap malam.

Aku memang tidak punya pendirian. Kalau saja bisa ku ulang waktu, saat itu, aku tidak ingin menjadi AKU.

Garut, 2018

 

CATATAN ANGIN Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review